Lelaki di Ujung Senja
Lelaki di Ujung Senja
Sumber: pexels.com |
Terlihat sosok lelaki dari kejauhan, perawakannya tinggi dan tawanya terdengar renyah, suaranya pun memenuhi ruangan yang hening kala itu. Bayangnya masih semu, tampak hanya siluet hitam berlatar senja jingga kemerah-merahan. Hari itu senja lebih memerah dari pada sore biasanya. Lelaki itu tidak sedang menghadap hamparan lautan yang berwarna jingga kemerah-merahan akibat pancaran matahari sore. Tetapi lelaki itu sedang asyik bercengkrama disebuah ruangan yang berlatar semburat senja yang kian sore kian memerah. Cukup lama ia bercengkrama, hingga akhirnya terdengar suara gercitan pintu ruangan yang sedang dibuka. Benar, ternyata itu lelaki senja. Ia menuju kearah tempatku berada. Sosoknya semakin jelas mendekat, kulitnya sawo matang bersih, rambutnya hitam, perawakannya tinggi berkisar 175 cm-an, badannya tegap, aromanya biasa saja, ia terlihat semakin menarik kala senyum dibibirnya mulai mengembang.
Sumber: pexels.com |
Dia mengulurkan tangannya sembari sesekali merekahkan senyuman, ia memperkenalkan dirinya dengan gaya apa adanya dia. Cukup singkat, hanya hitungan detik. Setelah itu, kemudian ia kembali bersama kerumunan rekan-rekannya. Membicarakan topik yang ringan hingga menuju ke sebuah pembicaraan yang aku tak tau tentang apa. Agak berat, mungkin. Tawanya tiba-tiba membuncah kala berada ditopik yang entah apa aku juga tidak tau, yang seketika membuat pecah kesunyian ruangan yang semula hening itu. Aku mulai memandanginya, lelaki itu masih berbicara dengan kerumunannya. Aku melihat setiap detail pada dirinya, binar matanya seperti saga, senyumannya seperti semburat senja sore hari, auranya bak bunga di bebatuan tandus. Ia terlihat berbeda dengan lelaki yang pernah kutemui kebanyakan. Seperti terdapat sosok pribadi yang tangguh dan menyenangkan pada dirinya. Ia, lelaki senja yang telah membuka blokade yang kokoh pada diriku setelah puluhan purnama. Ia, sosok lelaki yang akhirnya membuatku menjatuhkan pilihan padanya dalam hitungan detik. Ia, lelaki yang sekarang aku semogakan untuk menjadi teman menuju surga-Nya. Ia, lelaki yang kini selalu aku sebut di sepertiga malamku.
…
Sekarang ia mulai beranjak pergi dari kerumunannya. Membuka pintu ruangan yang berdecit, kemudian menutupnya kembali. Langkah kakinya semakin menjauh, berlahan mulai menghilang. Tapi tidak dengan rasa yang dihadirkan olehnya, ia masih dan akan selalu bersemayam, menguhuni tempat yang telah lama mencari tuannya.
Terima kasih untukmu yang datang dipenghujung senja sebelum sang surya kehilangan sinarnya, yang bersedia menjadi tuan dari tempat yang telah lama mencari pemiliknya.
0 komentar: